MAKALAH
KMB
ASUHAN
KEPARAWATAN PADA UROLITIASIS
KELOMPOK 5
DIII
KEPERAWATAN
FAKULTAS
ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
T.A
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Penyakit batu saluran kemih menyebar di seluruh
dunia dengan perbedaan di negara berkembang banyak ditemukan batu buli-buli
sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih bagian atas
(ginjal dan ureter), perbedaan ini dipengaruhi status gizi dan mobilitas
aktivitas sehari-hari. Angka prevalensi rata-rata di seluruh dunia adalah 1-12
% penduduk menderita batu saluran kemih. Penyebab terbentuknya batu saluran
kemih diduga berhubungan dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik,
infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum
terungkap (idiopatik).Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang
mempermudah terjadinya batu saluran kemih yang dibedakan sebagai faktor intrinsik
dan faktor ekstrinsik;
Faktor
intrinsik, meliputi:
1.
Herediter; diduga dapat diturunkan dari generasi ke generasi.
2.
Umur; paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3.
Jenis kelamin; jumlah pasien pria 3 kali lebih banyak dibanding pasien wanita.
Faktor
ekstrinsik, meliputi:
1.
Geografi; pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian yang lebih tinggi
daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (sabuk batu)
2.
Iklim dan temperature
3.
Asupan air; kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet; diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu
saluran kemih.
5.
Pekerjaan; penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas fisik (sedentary life)
1.2 Tujuan Penulisan
1. Tujuan
Umum
Memberikan
informasi mengenai Asuhan Keperawatan klien dengan Urolitiasis.
2. Tujuan
Khusus
a. Dapat
mengetahui tinjauan teoritis Urolitiasis dimulai dari :
1) Anatomi
Fisiologi Sistem Urinarius
2) Pengertian
3) Etiologi
4) Patofisiologi
5) Manifestasi
Klinik
6) Komplikasi
7) Pemeriksaan
Penunjang
8) Penatalaksanaan
Medis
b. Dapat
mengetahui proses asuhan keperawatan klien dengan Urolitiasis dimulai dari :
1) Pengkajian
2) Diagnosa
Keperawatan
3) Intervensi
Keperawatan
4) Implementasi
Keperawatan
5) Evaluas
1.3 Rumusan Masalah
1.
Apa Pengertian Urolitiasis ?
2. Apa
penyebab dari Urolitiasis ?
3. Bagaimana
proses perjalanan penyakit Urolitiasis ?
4. Apa
saja manifestasi klinis dari Urolitiasis ?
5. Komplikasi
apa saja yang dapat ditimbulkan ?
6. Bagaimana
Penatalaksanaan medisnya ?
1.4 Metode Penulisan
Dalam memenuhi pembahasan materi
makalah ini, penulis menggunakan metode pustaka yaitu metode yang berasal dari
studi pustaka ( buku sebagai sumber pencarian) dan metode pencarian dari
browsing internet.
1.5 Sistematika Penulisan
Makalah ini membahas tentang “Asuhan
Keperawatan klien dengan Urolitiasis”
yang penulisannya terdiri dari tiga bab, yaitu :
Bab I : Pendahuluan
Merupakan garis besar penulis dalam mengambil / membahas judul
makalah yang diambil. Pada bab ini terdiri dari latar belakang, tujuan
penulisan, rumusan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II :
Tinjauan Teori
Merupakan pembahasan dari konsep dasar dan
asuhan keperawatan.
Bab III: Penutup
Bab ini terdiri dari kesimpulan dan saran
dari penulisan makalah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1
Anatomi Fisiologi
Sistem Urinarius
Ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra membentuk
system urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit
dan komposisi asam – basa cairan tubuh, mengeluarkan produk akhir metabolik
dari dalam darah dan mengatur tekanan darah. Urin yang terbentuk sebagai hasil
dari proses ini diangkut dari ginjal melelui ureter ke dalam kandung kemih
tempat urin tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi, kandung
kemih berkontraksi dan urin akan diekskresikan dari tubuh lawat uretra.
a. Ginjal
Adalah organ berbentuk
seperti kacang, berwarna merah tua, panjangnya sekitar 12,5 cm, tebal 2,5 cm.
Setiap ginjal memiliki berat antara 125 – 175 gram pada laki – laki dan 115 –
155 gram pada perempuan. Ginjal terletak pada dinding posterior abdomen, posisi
ginjal kanan lebih rendah dari ginjal kiri karena diatas ginjal kanan terdapat
hati. Setiap ginjal diselubungi oleh 3 lapisan jaringan ikat yaitu :
1) Facial
renal adalah pembungkus terluas yang mempertahankan posisi organ
2) Lemak
perineal adlah jaringan adipose yang terbungkus facial ginjal. Jaringan ini membantali
ginjal dan membantu organ tetap pada posisinya
3) Kapsul
fibrosa adalah membrane halus transparan yang langsung membungkus ginjal dan
dapat dengan mudah dilepas.
Satu ginjal mengandung
1 – 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urin. Nefron adalah unit
structural dan fungsional dari ginjal, setiap nefron memiliki satu komponen
vaskuler ( kapiler ) dan satu komponen turbular. Nefron tersusun dari :
Glomerulus, adalah tempat penyaringan urin tepatnya pada kapsula bowman,
Tubulus Kontortus Proximal, Ansa Henle, Tubulus Kontortus Distal, Tubulus dan
duktus pengumpul.
1)
Suplai Darah
a)
Arteri ranalis adalah percabangan aorta
abdomen yang mensuplai masing–masing ginjal dan masuk ke hilus malalui cabang
arterior dan posterior.
b)
Cabang anterior dan posterior arteri
renalis membentuk arteri – arteri interlobaris yang mengalir diantara piramida
– piramida ginjal.
c)
Arteri arkuata berasal dari arteri
interlobaris pada area pertemuan korteks dan medulla.
d)
Arteri interlobularis merupakan
percabangan arteri arteari arkuata di sudut kanan dan melewati korteks.
e)
Arteriol aferen berasal dari arteri
interlobularis. Suatu arteriol aferen membentuk sekitar 50 kapilar yang
membentuk glomerulus.
2)
Fungsi Ginjal
Fungsi ginjal terdiri dari :
a) Pengeluaran
zat sisa organik.
Ginjal mengekskresi urea, asam urat, kreatinin, dan produk
penguraian hemoglobin dan hormon.
b)
Pengaturan
Keseimbangan Asam - Basa Tubuh.
Ginjal
mengendalikan ekskresi ion hydrogen ( H+), bikarbonat ( HCO3-
), dan ammonium ( NH4- ) serta memproduksi urin asam atau
basa, bergantung pada kebutuhan tubuh.Asam ( H+ ) disekresikan oleh
sel – sel tubulus ginjal ke dalam filtrate, dan disini dilakukan pendaparan
terutama oleh ion – ion fosfat serta ammonia ( ketika didapar dengan asam,
ammonia akan berubah menjadi ammonium ). Fosfat terdapat dalam filtrate
glomerulus dan ammonia dihasilkan oleh sel – sel tubulus ginjal serta
dikresikan ke dalam cairan tubuler. Melalui proses pendaparan, ginjal dapat
mengekskresikan sejumlah besar asam dalam bentuk yang terikat tanpa menurunkan
lebih lanjut nilai pH urin.
c) Pengaturan
Konsentrasi ion – ion penting
Ginjal mengekskresi ion natrium, kalium, kalsium, sulfat dan
fosfat. Ekskresi ion – ion ini seimbang dengan asupan dan ekskresinya melalui
rute lain, seperti saluran gastrointestinal atau kulit.
d) Pengaturan
Produksi Sel Darah Merah
Ginjal melepas eritropoitin, yang mengatur produksi sel darah
merah dalam sumsum tulang.
e) Pengaturan
Tekanan Darah
Suatu hormone
yang dinamakan rennin disekresikan oleh sel – sel jukstaglomerular ketika tekanan
darah menurun.Suatu enzim akan mengubah rennin menjadi angiotensin I yang akan
diubah menjadi angiotensin II, yaitu senyawa vasokonstriktor paling kuat.
Vasokonstriksi menyebabkan peningkatan tekanan darah. Aldosteron disekresikan
oleh korteks adrenal sebagai reaksi terhadap stimulasi oleh kelenjar hipofisis
dan pelepasan ACTH sebagai reaksi terhadap perfusi yangjelek atau peningkatan
osmolalitas serum. Akibatnya adalah peningkatan tekanan darah.Volume
cairan ekstrasel meningkat
f) Pengendalian
terbatas terhadap konsentrasi glukosa darah dan asam amino darah.
Ginjal melalui eksresi glikosa dan asam amino berlebih,
bertanggung jawab atas konsentrasi nutrient dalam darah.
g) Pengeluaran
zat beracun.
Ginjal mengeluarakan polutan,
zat tambahan makanan, obat – obatan, atau zat kimia asing lain dari tubuh.
b.
Ureter
Ureter adalah
perpanjangan tubular berpasangan dan berotot dari pelvis ginjal yang merentang
sampai kandung kemih. Setiap ureter panjangnya antara 25–30 cm dan berdiameter
4-6 mm.
Saluran ini menyempit di 3 tempat :
1) Di
titik asal ureter pada pelvis ginjal
2)
Di
titik saat melewati pinggiran pelvis
3)
Di
titik pertemuannya dengan kandung kemih
c.
Kandung Kemih ( Vesika Urinaria )
Adalah organ muscular berongga yang
berfungsi sebagai tempat penyimpanan urin, pada laki – laki, kandung kemih
terletak tepat di belakang simfisis pubis dan di depan rectum. Pada perempuan, organ ini terletak agak di bawah uterus
di depan vagina. Ukurannya sebesar kacang kenari dan terletak di pelvis saat
kosong, organ berbentuk seperti buah pir dan dapat mencapai umbilicus dalam
rongga abdominopelvis jika penuh berisi urin.
Kandung kemih
ditopang dalam rongga pelvis dengan lipatan – lipatan peritoneum dan kondensasi
fasia.
1)
Dinding
kandung kemih terdiri dari 4 lapisan :
a) Serosa,
adalah lapisan terluar,
b)
Otot
destrusor adalah lapisan tengah. Lapisan
ini tersusun dari berkas – berkas otot polos yang satu sama lain saling
membentuk sudut. Ini untuk memastikan bahwa selama urinasi, kandung kemih akan
berkontraksi dengan serempak ke segala arah,
c) Sub
mukosa,
d) Mukosa
adalah lapisan terdalam.
2) Trigonum,
adlah area halus, triangular, dan relative tidak dapat berkembang yang terletak
secara internal di bagian dasar kandung kemih.
d. Uretra
Mengalirkan urin dari kandung kemih ke bagian
eksterior tubuh. Uretra laki – laki panjangnya mencapai 20 cm dan melalui
kelenjar prostate dan penis. Uretra pada perempuan, berukuran pendek ( 3,75 cm
). Saluran ini membuka keluar tubuh melalui orifisium uretra eksternal yang
terletak dalam vestibulum antara klitoris dan mulut vagina. Panjangnya uretra
laki – laki cenderung menghambat invasi bakteri ke kandung kemih (sistitis) yang lebih sering terjadi pada
perempuan.
2.2 Pengertian
Urolithiasis
mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu dapat terbentuk di traktus urinarius ketika
konsentrasi substansi tertentu seperti kalsium oksalat, kalsium fosgat dan asam
urat. (Brunner and Suddarth, 2002)
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal di dalam
ginjal, mengandung komponen kristal dan matriks organik. (Arif Mansjoer, 2001).
Dari definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa batu ginjal
(urolithiasis) adalah keadaan abnormal akibat adanya batu (kalkuli) seperti
kristal dan matriks organik di dalam traktus urinarius.
2.3 Etiologi
Penyebab batu saluran kemih adalah :
Batu
kalsium (kalsium oksalat dan/atau kalsium fosfat)
a.
Hiperkalsuria
1)
Hiperkalsiuri
idiopatik (meliputi hiperkalsiuri yang disebabkan masukan tinggi Natrium,
Kalsium dan protein)
2)
Hiperparatiroidisme
primer
3)
Sarkoidosis
4)
Kelebihan
vitamin D atau kelebihan Kalsium
5)
Asidosis
tubulus ginjal tipe I
b.
Hiperoksaluria
1)
Superoksaluria
enterik
2)
Hiperoksaluria
idiopatik (hiperoksaluria dengan masukan tinggi oksalat, purin)
3)
Oksaluria
herediter (tipe I dan II)
c. Hiperurikosuria
Akibat
masukan diit purin yang berlebih
c.
Hipositraturia
1)
Idiopatik
2)
Asidosis
tubulus ginjal tpe I (lengkap atau tidak lengkap)
3)
Mengkonsumsi
Asetazolamid
4)
Diare,
latihan jasmani dan masukan protein yang tinggi.
d.
Ginjal
spongiosa medular
1)
Volume
urine yang sedikit
2)
Batu
kalsium idiopatik (tidak dijumpai predisposisi metabolik)
e.
Batu
asam urat
1)
pH
urine rendah
2)
Hiperurikosuria
(primer dan sekunder)
f.
Batu
struvit
Infeksi saluran kemih dengan organisme yang memproduksi
urease.
g.
Batu
sistin
1)
Sistinuria
herediter
2)
Batu
lain seperti matriks, xantin 2.B dihidroksade, asam urat, silikat.
Hiperkalsemia (kalsium serum tinggi), dapat disebabkan
oleh :
a.
Hiperparatiroidisme
b.
Asidosis
tubular renal
c.
Malignansi
d.
Penyakit
granulomatosa.
e.
Masukan
vitamin D yang berlebihan.
f.
Masukan
susu dan alkali.
g.
Penyakit
mieloproliperatif (leukimia, polisitemia)
2.4 Patofisiologi
Urolitiasis
mengacu pada adanya batu (kalkuli) di traktus urinarius. Batu terbentuk ketika
konsentrasi supstansi seperti kalsium oksalat, kalsium fosfat dan asam urat
meningkat. Batu juga dapat terbentuk ketika difisiensi supstrats tertentu.
Seperti sitrat yang secara normal mencegah kristalisasi dalam urine, serta
status cairan pasien. Infeksi, stasis urine, serta drainase renal yang lambat
dan perubahan metabolic kalsium, hiperparatiroid, malignansi, penyakit granulo
matosa (sarkoldosis, tuberculosis), masukan vitamin D berlebih merupakan
penyebab dari hiperkalsemia dan mendasari pembentukan batu kalsium. Batu asam
urat dapat dijumpai pada penyakit Gout. Batu struvit mengacu pada batu infeksi,
terbentuk dalam urine kaya ammonia – alkalin persisten akibat uti kronik. Batu
urinarius dapat terjadi pada inflamasi usus atau ileostomi. Batu sistin terjadi
pada pasien yang mengalami penurunan efek absorbsi sistin (asam ammonia)
turunan. (brunner and suddatrh, 2002: 1461).
2.5 Manifestasi
Klinis
Manifestasi klinis adanya batu dalam traktus urinarius
bergantung pada adanya obstruksi, infeksi, dan edema. Pasien dengan batu ginjal
akan merasa pegal dan kolik pada daerah sudut costavertebralis (costavertebra
angel atau CVA).
Jika terdapat batu pada ginjal, maka akan terjadi :
a.
Sakit
yang dalam dan terus-menerus di area costovertebral.
b.
Hematuria
dan piuria
c.
Nyeri
yang berasal dari dari area renal menyebar secara anterior dan pada wanita
kebawah mendekati kandung kemih sedangkan pada pria mendekati testis.
d.
Nyeri
tekan diseluruh area kostovertebral
e.
Nausea
dan vomiting
f.
Diare
dan ketidaknyamanan abdominal akibat refleks renointestinal dan proksimitas
anatomik ginjal ke lambung, páncreas dan usus besar.
Batu yang terjebak di
ureter menyebabkan :
a.
Gelombang
nyeri yang luar biasa, akut dan kolik yang menyebar ke paha dan genetalia.
b.
Pasien
merasa ingin berkemih, namun hanya sedikit urine yang keluar dan biasanya
mengandung darah akibat aksi abrasif batu.
c.
Umumnya
pasien akan mengeluarkan batu dengan diameter 0,5 sampai 1 sm secara spontan.
Batu dengan diameter lebih dari 1 cm biasanya harus diangkat atau dihancurkan
sehingga dapat diangkat atau dihancurkan secara spontan.
d.
Rasa
sakit berupa rasa pegal di CVA (costavertebra
angel)
e.
Gelisah,
kulit basah dan dingin.
f.
Spasme
otot abdomen
Batu yang terjebak di kandung kemih dapat menyebabkan :
a.
Dapat
timbul gejala iritasi dan berhubungan dengan infeksi traktus urinarius dan
hematuria.
b.
Jika
batu menyebabkan obstruksi pada leher kandung kemih, maka akan terjadi retensi
urine.
c.
Rasa
sakit menjalar ke penis, hematuria.
d.
Jika
infeksi berhubungan dengan adanya batu, maka kondisi ini jauh lebih serius,
disertai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.
2.6 Komplikasi
a.
Hidronefrosis
b.
Obstruksi
Ginjal
c.
Perdarahan
d.
Gagal
ginjal
2.7 Pemeriksaan
Penunjang
a.
Pemeriksaan
laboratorium : pemeriksaan darah yang sebaiknya dilakukan adalah pemeriksaan
darah perifer lengkap dan fungsi ginjal.
b.
Pemeriksaan
urinalisa, bila pH lebih dari 7,6 biasanya ditemukan kuman urea splitting yang
menyebabkan batu an-organik, sedangkan bila pH kurang dari 7,6 menyebabkan batu
asam (batu organik)
c.
Leukosit
akan meningkat bila terjadi infeksi.
d. Pemeriksaan BON (buik neir overzicht ) , akan terlihat lokasi, ukuran, jumlah batu dan akan
terlihat adanya bendungan.
e.
USG
2.8 Penatalaksanaan
Medis
a.
Mengatasi
simptom
b.
Pengambilan
batu dengan cara :
1)
(Extracorporeal Shock Wave
Lithotripsy) (ESWL)
Merupakan terapi non-invasif,
karena tidak memerlukan pembedahan atau pemasukan alat kedalam tubuh
pasien.Sesuai dengan namanya, Extracorporeal berarti diluar tubuh, sedangkan
Lithotripsy berarti penghancuran batu, secara harfiah ESWL memiliki arti
penghancuran batu saluran kemih dengan menggunakan gelombang kejut (shock
wave)yang ditransmisi dari luar tubuh.
2)
Nefrostomi
perkutaneus (nefrolithotomi perkutaneus), ini dilakukan untuk mengangkat batu
tanpa pembedahan mayor. Batu dapat diangkat dengan forseps atau jaring,
tergantung ukurannya. Selain itu, alat ultrasound dapat dimasukkan melalui
selang nefrostomi disertai pemakaian gelombang ultrasonik untuk menghancurkan
batu, serpihan batu dan debu diirigasi dan dihisap keluar dari duktus
kolektikus. Batu yang besar selanjutnya dapat dikurangi dengan disintegrasi
ultrasonik dan diangkat dengan forseps atau jaring.
Dengan metode yang
sama, cairan elektrikal digunakan untuk membuat gelombang kejut hidraulik untuk
menghancurkan batu (lithotripsi elektrohidraulik). Sebuah alat dimasukkan
melalui sistoskop dan ujung lithotriptor diletakkan di dekat batu. Kekuatan
cairan listrik dan frekwensi pulsa dapat bervariasi. Prosedur ini dilakukan di
bawah anastesi tipikal.
Setelah batu
diambil, selang nefrostomi perkutan dibiarkan di tempatnya untuk beberapa waktu
untuk menjamin bahwa ureter tidak mengalami obstruksi oleh edema atau bekuan
darah. Komplikasi yang sering terjadi adalah hemoragi, infeksi dan ekstravasasi
urinarius.Setelah selang dilepaskan, traktus nefrostomi ditutup secara spontan.
3)
Pembedahan
c.
Pencegahan
d.
Menurunkan
konsentrasi reaktan (kalsium atau oksalat)
e.
Meningkatkan
konsentrasi inhibitor pembentukan batu
f.
Pengaturan
diet
1)
Meningkatkan
masukan cairan, terutama malam hari
2)
Hindari
masukan minuman bersoda (soft drinks)
3)
Kurangi
masukan protein pada orang yang terkena batu ginjal
4)
Membatasi
masukan Natrium
g.
Pemberian
obat
Pengurangan nyeri,
bertujuan untuk mengurangi nyeri sampai penyebabnya dapat dihilangkan, morfin
atau meperiden diberikan untuk mencegah syok dan sinkop akibat nyeri yang luar
biasa.
2.9 ASUHAN
KEPERAWATAN
- Pengkajian
a.
Aktivitas
atau istirahat
Pekerjaan monoton,
pekerjaan dimana pasien terpajan pada lingkungan bersuhu tinggi, keterbatasan
aktivitas atau mobilisasi sehubungan dengan kondisi sebelumnya (penyakit yang
tidak sembuh, cedera medula spinalis)
b.
Sirkulasi
Peningkatan tekanan
darah atau nadi (nyeri, ansietas, gagal ginjal), kulit kemerahan, hangat, pucat.
c.
Eliminasi
Riwayat ISK kronis,
penurunan haluaran urine, kandung kemih penuh, rasa terbakar, dorongan
berkemih, diare, oliguria, hematuria, piuria, perubahan pola berkemih.
d.
Makanan
atau cairan
Mual, muntah, nyeri
tekan andomen, diet tinggi purin, , kalsium oksalat, ketidakcukupan masukan
cairan, tidak minum air dengan cukup, distensi abdominal, penurunan bising
usus, muntah.
e.
Nyeri
atau Ketidaknyamanan
Episode nyeri akut
berat, nyeri kolik, melindungi daerah yang sakit, perilaku distraksi, nyeri
tekan pada area ginjal pada palpasi.
f.
Keamanan
Penggunaan alkohol,
demam, menggigil.
2.
Diagnosa
Keperawatan
2.1 Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d peningkatan frekuensi
atau dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema.
2.2 Perubahan eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
2.3 Resti kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi
saraf abdominal dan pelviks umum dari ginjal atau kolik uretral)
3. Intervensi Keperawatan
a.
Gangguan
rasa nyaman : nyeri b.d peningkatan frekwensi atau dorongan kontraksi ureteral,
trauma jaringan, pembentukan edema.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan nyeri hilang.
Dengan kriteria
hasil : Tampak rileks, mampu beristirahat dengan tepat.
Intervensi :
1)
Catat
lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan penyebaran nyeri. Perhatikan adanya
tanda non verbal, contoh peninggian tekanan darah dan nadi, gelisah, merintih.
R : membantu
mengevaluasi tempat obstruksi dan kemajuan gerakan kalkulus
2)
Jelaskan
penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap perubahan
kejadian/karakteristik nyeri
R : memberikan
kesempatan untuk pemberian analgetik sesuai waktu.
3)
Berikan
tindakan nyaman, contoh teknik relaksasi dan lingkungan istirahat.
R : Meningkatkan
relaksasi, menurunkan tegangan otot.
4)
Perhatikan
keluhan peningkatan atau menetapnya nyeri abdomen
R : obstruksi
lengkap untuk dapat menyebabkan perforasi dan ektravasasi urine ke dalam area
perirenal. Ini membutuhkan kedaruratan bedah akut.
5)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat-obatan yang sesuai.
R : mengurangi rasa
nyeri.
b.
Perubahan
eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih oleh batu, iritasi ginjal atau
ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan berkemih dengan
jumlah yang normal dan biasa.
Dengan
kriteria hasil : Tidak mengalami tanda-tanda obstruksi.
Intervensi :
1)
Awasi
pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
R : memberikan
informasi tentang tentang fungsi ginjal dan adanya komplikasi
2)
Dorong
meningkatkan pemasukan cairan
R : Peningkatan
hidrasi membilas bakteri, darah dan debris dan dapat membantu lewatnya batu.
3)
Periksa
semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk
analisa.
R : penemuan baru
memungkinkan identifikasi tipe batu dan mempengaruhi pilihan terapi
4)
Observasi
perubahan status mental, perilaku dan tingkat kesadaran.
R : akumulasi sisa
uremik dan ketidakseimbangan elektrolit dapat menjadi toksik pada SSP
5)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat yang sesuai indikasi.
R : pemberian obat
asetazolamid (diamox) untuk menngkatkan pH urine untuk menurunkan pembentukan
batu asam.
c.
Resti
kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi saraf abdominal dan pelviks
umum dari ginjal atau kolik uretral)lah dilakukan tindakan keperawatan selama
3x24 jam diharapkan Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat.
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan mempertahankan
keseimbangan cairan adekuat.
Dengan
kriteria hasil : TTV stabil, BB normal, nadi perifer normal, membrane mukosa lembab, turgor kulit
membaik.
Intervensi :
1)
Awasi
intake dan output cairan
R : membandingkan
keluaran aktual dan yang diantisipasi membantu dalam evaluasi adanya atau
derajat stasis atau kerusakan ginjal
2)
Catat
insiden muntah, diare
R : mual/muntah dan
diare secara umum berhubungan dengan kolik ginjal karena saraf gangliom seliaka
pada kedua ginjal dan lambung.
3)
Tingkatkan
pemasukan cairan sampai 3-4 liter per hari dalam toleransi jantung.
R : mempertahankan
keseimbangan cairan untuk homeostasis juga tindakan ”mencuci” yang dapat
membilas batu keluar.
4)
Awasi
tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R : indikator
hidrasi atau volume sirkulasi dan kebutuhan intervensi.
5)
Timbang
BB tiap hari.
R : peningkatan BB
yang cepat, mungkin berhubungan dengan retensi urine.
6)
Kolaborasi
dengan dokter dalam pemberian terapi cairan
R : mempertahankan
volume sirkulasi (bila pemasukan oral tidak cukup) meningkatkan fungsi ginjal.
4.Implementasi Keperawatan
a. Gangguan rasa nyaman : nyeri b.d peningkatan frekwensi
atau dorongan kontraksi ureteral, trauma jaringan, pembentukan edema.
Implementasi :
1)
Mencatat
lokasi, lama, intensitas (skala 0-10) dan penyebaran nyeri. Perhatikan adanya
tanda non verbal, contoh peninggian tekanan darah dan nadi, gelisah, merintih.
2)
Menjelaskan
penyebab nyeri dan pentingnya melaporkan ke perawat terhadap perubahan
kejadian/karakteristik nyeri
3)
Memberikan
tindakan nyaman, contoh teknik relaksasi dan lingkungan istirahat.
4)
Memperhatikan
keluhan peningkatan atau menetapnya nyeri abdomen
5)
Berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat-obatan yang sesuai.
b.Perubahan eliminasi urine b.d stimulasi kandung kemih
oleh batu, iritasi ginjal atau ureteral, obstruksi mekanik, inflamasi.
Implementasi :
1)
Mengawasi
pemasukan dan pengeluaran serta karakteristik urine
2)
Mendorong
meningkatkan pemasukan cairan
3)
Memperiksa
semua urine, catat adanya keluaran batu dan kirim ke laboratorium untuk
analisa.
4)
Mengobservasi
perubahan status mental, perilaku dan tingkat kesadaran.
5)
Berkolaborasi
dengan dokter dalam pemberian obat yang sesuai indikasi.
c. Resti kekurangan volume cairan b.d mual/muntah (iritasi
saraf abdominal dan pelviks umum dari ginjal atau kolik uretral)
Implementasi :
1) Mengawasi
intake dan output cairan
2)
Mencatat insiden muntah, diare
3)
Meningkatkan
pemasukan cairan sampai 3-4 liter per hari dalam toleransi jantung.
4)
Mengawasi tanda vital. Evaluasi nadi, pengisian kapiler,
turgor kulit dan membran mukosa.
5)
Menimbang
BB tiap hari.
5.Evaluasi
a. Nyeri berkurang
b.Berkemih dengan jumlah yang normal dan biasa
c. Mempertahankan keseimbangan cairan adekuat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Batu ginjal
(urolithiasis) adalah keadaan abnormal akibat adanya batu (kalkuli) seperti
kristal dan matriks organik di dalam traktus urinarius.
Penyebab terbentuknya batu saluran kemih diduga berhubungan dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik).
3.2 Saran
Disarankan agar dalam beraktivitas
seseorang tidak melakukan pekerjaan monoton, pekerjaan dimana pasien terpajan
pada lingkungan bersuhu tinggi dan dehidrasi karena dapat memicu timbulnya batu
ginjal.
DAFTAR PUSTAKA
Aru W. Sudoyo.
2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Doenges,
Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasian. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif, dkk. 2002. Kapita selekta Kedokteran Jilid I.
Jakarta: Media Aesulapius.
Nursalam.
2006. Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem Perkemihan.
Jakarta: Salemba Medika.
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:
EGC.
Smeltzer,
Suzanne C. 2001. Buku Ajar
Keperawatan Medikal – Bedah Brunner & Suddarh Vol 2. Jakarta:
EGC.